Gunung Raja Paksi Dukung Program Karbon Netral
JAKARTA – Tak hanya berdampak terhadap lingkungan, program Karbon Netral akan memberikan daya saing terhadap industri baja dalam negeri. Itu sebabnya, perusahaan baja swasta nasional, PT Gunung Raja Paksi Tbk (GRP), berkomitmen mendukung program tersebut.
Demikian disampaikan Komisaris GRP Kimin Tanoto dalam webinar bertajuk Carbon Neutral in Steel Industry, Policies and Challenges. Selain Kimin, hadir dalam acara tersebut Ryoji Saito dari The Japan Iron and Steel Federation (JISF) dan Chairman The Indonesian Iron & Steel Industry Association (IISIA) Silmy Karim.
Komitmen GRP terhadap pengurangan emisi karbon tersebut, tegas Kimin, akan dilakukan melalui beberapa inisiatif. Di antaranya adalah carbon trading. “Secara singkat, target jangka pendek GRP dalam inisiatif netral karbon adalah merencanakan untuk melaksanakan carbon traiding dengan menjalin kerjasama dengan ICDX yang berkedudukan di Singapura,” kata dia, dikutip dari siaran pers, Jumat (22/10/2021).
Kimin menambahkan, upaya mencapai zero emission bagi industri, dapat dilakukan dengan dua cara, yakni melakukan efisiensi energi dan memakai energi pengganti. “Seperti kita ketahui bersama, saat ini industri dalam negeri banyak menggunakan energi tradisional seperti batu bara. Ke depan mungkin perlu dikonsiderasi dengan mengeksplorasi tenaga air atau solar panel,” sambung Kimin.
Kimin berpandangan, penerapan kebijakan tersebut akan memberikan pengaruh terhadap industri baja, khususnya dari sisi harga. “Jika kita tak melakukan sesuatu, kita khawatir tidak bisa menjual atau bersaing di industri baja,” kata Kimin.
Direktur Public Relations GRP Fedaus menambahkan, penerapan environmental, social, and governance (ESG) yang merupakan bagian dari SDG’S, merupakan komitmen para pemimpin dunia untuk menjaga kelangsungan lingkungan. Penerapan ESG tersebut, akan berdampak terhadap perusahaan, antara lain dampak sosial kepada masyarakat.
Bahkan di sejumlah negara, kata dia, program tersebut memberikan pembiayaan kepada suatu perusahaan, jika perusahaan tersebut melakukan sertifikasi ESG. “Jadi, perusahaan tidak hanya dilihat berdasarkan keuntungan, tetapi juga melihat tanggung jawab kepada lingkungan,” ujar Fedaus.
Ryoji Saito mengatakan, fokus pada Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) adalah dari pasar Eropa. “Jika para pelaku industri baja akan mengekspor baja ke pasar Eropa, akan diberlakukan penambahan pembayaran pajak karbon,” jelas Ryoji.
Silmy Karim mengatakan, pengenaan pajak karbon menjadi instrumen pengendalian emisi karbon. Penerapan netral karbon juga diklaim bakal memperbaiki kualitas lingkungan hidup.
“Pengenaan pajak karbon melalui peraturan perpajakan adalah bagian dari partisipasi aktif Indonesia dalam penanganan global atas dampak negatif emisi gas rumah kaca,” ujar Silmy.
Silmy menambahkan, kebijakan pemerintah yang mengacu pada Strategi Jangka Panjang (Long-term Strategy on Low Carbon and Climate Resilience (LTS-LCCR) 2050 ini bakal berdampak positif terhadap industri nasional termasuk industri baja.
Sumber : Investor.id